Biografi Isma’il Raji al-Faruqi dan Pemikiran Tentang Pendidikan

Biografi Ismai'il Raji al Faruqi oleh Amielia Tri Suhartini, Jurusan Pendidikan Bahasa Arab Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (Stain) Pamekasan
FALIHMEDIA.COM  – Isma’il Raji al-faruqi di lahirkan pada tanggal 1 Januari 1921 M di Jaffa, Palestina. Pengalaman pendidikannya diawali dengan pendidikan Madrasah di tanah kelahirannya. Pada tahun 1936 M, al-Faruqi mendapatkan sertifikasi dari college des frères-saint Joshep di Lebanon. Predikat sarjana muda diperolehnya dari American of Beirut pada tahun 1941 M. Adapun gelar masternya diperoeh di Indiana University. Selanjutnya selama empat tahun ia menekuni studi keislaman di Universitas al-Azhar, Kairo.
Pada tahun 1959 M, al-Faruqi pulang dari Mesir dan mengajar di McGill, Montreal, Kanada, sambil mempelajari Yudaisme dan Kristen secara intensif, namun, dua tahun kemudian, tepatnya pada tahun 1961 M, ia pindah ke Karaci, Pakistan untuk mengambil bagian dalam kegiatan Pusat Penelitian Islam (CIIR) dan jurnalnya, studi Islam. Dua tahun di Pakistan, tahun 1963 M, Faruqi kembali ke Amerika dan mengajar di sekolah ketuhanan . Universitas Chicago, sambil melakukan kajian keislaman di Universitas Syracuse, New York, selanjutnya, tahun 1968 M, Faruqi pindah dan menjadi guru besar pemikiran dan kebudayaan islam di Temple University, Philadelphia. Disini faruqi mendirikan departemen kajian Islam sekaligus memimpinnya sampai akhir hayatnya, 27 Mei 1986 M.
Menurut beberapa sumber, Faruqi meninggal karena diserang orang tak dikenal yang di kenal sebagai agen Mossad, agen rahasia Israel, tragedi ini juga menimpa istri Dr.Louis Lamya, dan kedua putrnya. Di samping kontribusinya yang besar dalam memperkenalkan studi-studi keislaman di berbagai perguruan tinggi di Amerika dan proyeknya yang terkenal, ” Islamisasi Ilmu Pengetahuan”  (Islamisasi Pengetahuan) Fauqi juga aktif dalam gerakan-gerakan keislaman dan keagamaan.
Bersama istrinya, Dr. Louis Lamya, ia membentuk kelompok-kelompok kajian Islam, seperti Muslim Student Association (MSA), American Academy of Religion (AAR), mendirikan Himpunan Ilmuan Sosial Muslim (The Association of Muslim Sosial Scientist-AMSS), Islamic Society of North America (ISNA), menerbitkan jurnal American Journal of Islamic Social Sciences (AJISS), dan yang menumental, mendirikan Perguruan Tinggi Pemikiran Islam (The International Institute of Islamic Thought-IIIT).
 
Selain itu, al-Faruqi juga duduk sebagai penasehat serta ikut mendesain program studi Islam diberbagai universitas didunia Islam, antara lain; di Pakistan, India, Afrika Selatan, Malaysia, Arab Saudi dan Mesir. Selain itu, al-Faruqi juga ikut mendesain program studi Islam ditempat-tempat isolasi seperti di Universitas Mindanau, Philiphina Selatan, dan Universitas Qum, Teheran, Irak.
 
Al-Faruqi banyak meninggalkan karya tulis. Tercatat tidak kurang dari 100 artikel dan 25 judul buku, yang mencakup berbagai persoalan, etika, seni, sosiologis, kebudayaan, metafisika, dan politik.
 
Karya Ismail Al-Faruqi:

Ushul al-Syahyuniyah fi al-Din al-Yahudi (1963), Atlas Sejarah Agama Sabda (1974), Anas Budaya Islam (1980), Islamisasi Ilmu Pengetahuan Prinsip Umum dan Rencana Kerja (1982), Tauhid Implikasinya Bagi Pemikiran dan Kehidupan (1982), Atlas Kebudayaan Islam (1986), Etika Kristiani, Trelog Iman Ibrahim, dan Atlas Kebudayaan dan Peradaban Islam.
 
Pemikiran Isma’il Raji al-Faruqi Tentang Islamisasi:

Sekitar dekade 80-an masyarakat dunia, khususnya dunia Islam dikejutkan oleh gagasan al-Faruqi mengenai Islamisasi ilmu pengetahuan (kesatuan ilmu). Ide ini terkesan radikal karena sentuhan sisi terdalam dari kesadaran keimanan umat Islam, sekaligus menawarkan paradikma Tauhid dalam membangun sistem dan struktur ilmu pengetahuan berdasarkan paradigma Islam. Gagasan ini berangkat dari asumsi bahwa semakin masuknya penetrasi filsafat keilmuan Barat terhadap bangunan keilmuan umat Islam, padahal konsep keilmuan Barat mengandung tidak sedikit kerancuan jika dihadapkan dengan wacana aksiologis Islam. Semakin kesini intervensi filsafat keilmuan Barat, secara sistematis kaum muslim terjebak pada inferioritas dan hampir semua universitas kaum muslim memiliki standar yang rendah dan selalu bergantung kepada Barat.
 
Gagasan kesatuan pengetahuan ini merupakan salah satu respon intelektual muslim terhadap efek negatif ilmu pengetahuan modern yang semakin tampak dan dialami oleh masyarakat dunia. Kesatuan pengetahuan yang sedang digarapnya, yaitu konsep realitas, atau pandangan dunia yang dilihat pada setiap ilmu pengetahuan yang kemudian mengarah pada persoalan-persoalan epistemologis, hubungan konsep dan realita, masalah kebenaran dan lain-lain yang meliputi pengetahuan. Krisis ini pada akhirnya akan berpengaruh terhadap persoalan nilai ilmu pengetahuan yang dihasilkan oleh masyarakat modern.
 
Selain itu, gagasan ini juga muncul sebagai reaksi terhadap adanya konsep dikotomis antara agama yang cendrung ekslusif-literalis-apologetis dan ilmu pengetahuan yang dimasukkan masyarakat Barat dan budaya masyarakat modern, yang ditengarai mulai kehilangan ruh agama yang mendasarinya. Sikap dikotomi (dualisme) ini terkait erat dengan pandangan dunia umat Islam dalam memandang dan menempatkan dua sisi ilmu, yaitu ‘ilm al-diniyah dan ‘ilm ghair al-diniyah. Diskursus ini telah memancing terbelahnya pemikiran intelektual umat Islam, baik pro atau kontra dan kemudian merembet pada persoalan antologi, epistimologi dan aksiologi, serta empiris sejarah sebagai tipologi idealnya.
 
Melihat wajah pendidikan muslim sebagai potret dualisme antara sistem Islam dan sekuler (Barat), maka al-Faruqi menegaskan agar dualisme sistem pendidikan muslim yang ada sekarang ini harus dihilangkan. Dengan menggunakan pendekatan dialektif kreatif, al-Faruqi mensintesiskan khazanah keilmuan Barat dan Klasik dengan disertai review, koreksi dan Kritik atas keduanya secara proporsional. Hasil metodologi ini berupa tawaran epistemologi pengetahuan baru yang didasarkan atas prinsip-prinsip tauhid sebagai esensi ajaran Islam.
 
Latar Belakang Islamisasi Ismail Al-Faruqi:

Menurut al-Faruqi, fakta bahwa apa yang dicapai sains modern, dalam berbagai aspeknya, merupakan sesuatu yang sangat menakjubkan. Namun, kemajuan tersebut ternyata juga memberikan dampak lain yang tidak merugikannya. Menurut al-Faruqi, akibat dari paradigma yang sekuler, pengetahuan modern menjadi kering, bahkan terpisah dari nilai-nilai tauhid, suatu prinsip global yang mencakup lima kesatuan, yaitu kesatuan Tuhan, kesatuan alam, kesatuan kebenaran, kesatuan hidup dan kesatuan umat manusia. Jelasnya, ilmu pengetahuan modern telah lepas atau melepaskan diri dari nilai-nilai teologis.
 
Penceraiaan ilmu pengetahuan modern dari nilai-nilai teologis ini memberikan dampak negatif. Pertama, dalam aplikasinya, sains modern melihat alam beserta hukum dan polanya, termasuk manusia sendiri, hanya sebagai sesuatu yang bersifat material dan insidental yang ada tanpa campur tangan Tuhan. Oleh karena itu, manusia dapat memerkosa dan mengekploitasi kekayaan alam tanpa memperhitungkan nilai-nilai spiritualitas. Kedua, secara mertoddologis, sains modern ini, tidak kecuali ilmu-ilmu sosialnya, menjadi sulit diterapkan untuk memahami realitas sosial masyarakat Muslim yang mempunyai pandangan hidup berbeda dari Barat.
 
Tujuan Islamisasi Al-Faruqi:

Secara umum, islamisasi ilmu al-Faruqi dimaksudkan sebagai respon positif terhadap realitas pengetahuan modern yang sekularistik disatu sisi dan Islam yang terlalu religius disisi yang lain, dalam model pengetahuan baru yang utuh dan integral tanpa perpecahan diantara keduanya. Secara rinci, tujuan yang dimaksud adalah:
 
Penguasaan disiplin ilmu modern, Penguasaan khazanah warisan Islam, Membangun revalinsi Islam dengan masing-masing disiplin ilmu moern, Memajukan nilai-nilai dan khazanah warisan Islam secara kreatif dengan ilmu-ilmu modern dan Pengarahan aliran pemikiran Islam kejalan-jalan yang mencapai pemudahan pola rencana Allah .
 
Langkah Islamisasi Ilmu Pengetahuan:

Langkah-langkah yang diambil al-Faruqi untuk merealisasikan tujuan-tujuan tersebut dibagi menjadi 12 bagian yang secara kronologis harus ditempuh.
 
Penguasaan disiplin ilmu modern, disiplin-disiplin Ilmu dalam tingkat kemajuannya sekarang di Barat harus dipecah-pecah menjadi kategori-kategori, prinsip-prinsip, metodologi-metodologi, problema-problema dan tema-tema. Penguraian tersebut harus mencerminkan ‘daftar isi’ sebuah buku pelajaran dalam bidang metodologi disiplin ilmu yang bersangkutan, atau silabus kuliah-kuliah disiplin ilmu tersebut seperti yang harus dikuasai oleh seorang mahasiswa tingkat sarjana. Penguraian tersebut tidaklah berbentuk judul-judul bab dan tidak pula ditulis dalam istilah-istilah teknis, menjelaskan kategori, prinsip, problema dan tema pokok disiplin ilmu-ilmu Barat di puncaknya.
 
Surve disiplin ilmu, Setiap disiplin ilmu harus disurvei dan esei-esei harus ditulis dalam bentuk bagan mengenai asal-usul dan perkembangannya serta pertumbuhan metodologina, memperluas wawasan wawasannya, dan tak lupa sumbangan-sumbangan pemikiran yang diberikan oleh para tokoh utama. Daftar pustaka dengan keterangan singkat, dari pada karya-karya terpenting di bidang itu harus dicantumkan sebagai penutup dari masing-masing disiplin ilmu. Tulisan itu juga harus memuat daftar berkategori dan berurutan dari buku dan artikel utama yang perlu dibaca seorang calon sarjana dalam rangka penguasaan ilmu tersebut secara menyeluruh. Langkah ini bertujuan untuk memantapkan pemahaman umat Islam akan disiplin ilmu yang dikembangkan di dunia Barat.
 
Survei disiplin ilmu yang cukup berbobot dan dilengkapi dengan catatan kaki akan merupakan dasar pengertian bersama bagi para ahli yang akan melakukan silamisasi disiplin ilmu tersebut. Oleh karena ilmu-ilmu tersebut di Barat dewasa ini telah menjadi beragam sisi sebagai akibat adanya ledakan pengetahuan, maka kini sudah tiba saatnya, bagi ilmuwan-ilmuwan islam yang berkepentingan untuk suatu disiplin ilmu yang sama, untuk menyelam sampai pada dasarnya dan kemudian bersepakat mengenai identitas , sejarah, topografi dan garis depan dari obyek yang akan diislamkannya.
 
Penguasaan khazana islam, Proses islamisasi ilmu-ilmu modern akan menjadi miskin jika kita tidak menghiraukan khasanah dan memanfaatkan pendangan-pandangan tajam para pendahulu kita tersebut. Meskipun demikian, kontribusi khasanah ilmiah Islam tradisional pada suatu disiplin ilmu modern tidak mudah diperoleh, dibaca dan dipahami oleh seorang imuwan muslim masa kini tidak siap untuk menelusuri kontribusi-sumbangan khasanah islam pada disiplin ilmu yang ditekuninya.
 
Alasannya adalah karena kategori-kategori keilmuwan Barat dewasa ini. Ilmuwan muslim yang terdidik dalam pendidikan dunia barat seringkali gagal karena ketaksanggupannya memahami khasanah ilmiah Islam. Seringkali ia cenderung menyerah dan memutuskan asa dan menganggap bahwa khasanah ilmiah Islam membisu dalam topik yang ditekuninya. Padahal yang benar ialah bahuwa ia tidak memahami kategori-kategori khasanah ilmiah Islam yang digunakan oleh obyek disiplin ilmu yang ditekuninya itu. Lagi pula, ilmuwan muslim didikan gaya barat biasanya tidak mempunyai waktu ataupun energi yang dibutuhkan untuk menjabarkan khasanah ilmiah Islam yang begitu kaya dan luas itu dengan berhasil.
 
Penguasaan Khasanah Ilmiah Islam Tahap Analisa, para ilmuwan tradisional pendahulu kita telah bekerja keras untuk menyorot permasalahan yang dihadapinya dengan khasanah Islam. Mereka melakukan hal tersebut dalam mempengaruhi berbagai faktor dan kekuasaaan yang menekan mereka untuk diperhatikan. Untuk dapat memahami kristalisasi wawasan Islam mereka, karya-karya mereka perlu dianalisis dengan latar belakang sejarah dan kaitan antara masalah yang dibahas dengan berbagai bidang kehidupan manusia yang perlu diidentifikasi dan diperjelas.
 
Penentuan Relevansi Islam yang khas terhadap disiplin Ilmu, kelompok langkah yang terdahulu menghadapkan para pemikir Islam pada suatu masalah. Semuanya, secara bersama-sama, mengikhtiarkan disiplin ilmu yang telah luput dari pengawasan mereka selama mereka terlelap dalam tidurnya. Begitu pula, langkah keempat itu harus memberi pada mereka dengan otoritas dan kejelasan sebesar mungkin mengenai kontribusi khasanah Islam dalam bidang-bidang informasi yang dipelajari oleh dan pada tujuan-tujuan umum disiplin ilmu modern.
 
Bahan-bahan ini akan dibuat lebih spesifik dengan cara menjemahkannya ke prinsip-prinsip yang setara dengan disiplin-disiplin ilmu modern dalam tingkat kemumuman, teori, referensi dan penerapannya. Dalam hal ini, hakekat disiplin illmu modern beserta metoda-metoda dasar, prinsip, problema, tujuan dan harapan. Hasil-hasil capaian dan keterbatasan-keterbatasannya, semuanya harus dikaitkan dengan khasanah Islam. Begitu pula relevansi-relevansi khasanah Islam yang spesifik pada masing-masing ilmu harus diturunkan secara logistik dari sumbangan umum mereka.
 
Penilaian Kritis Terhadap Disiplin Ilmu Modern Tingkat Perkembangannya di Masa Kini, Ini adalah suatu langkah utama dalam proses ilmu pengetahuan. Semua langkah-langkah sebelum itu adalah langkah-langkah pendahuluan sebagai suatu persiapan. Dalam perkembangan sejarahnya, faktor-faktor kebetulan yang menentukan disiplin ilmu tersebut dalam kerangka yang sekarang harus diidentifikasi dan dijelaskan.
 
Metodologi disiplin ilmu tersebut beserta apa yang dianggap sebagai data daei problema beserta klasifikasi dan kategorisasinya, begitu juga apa yang dianggap sebagai teori dan prinsip-prinsip pokok yang digunakannya untuk memecahkan pesoalannya, harus dianalisa dan diuji akan reduksionisme, cocok kemasukakalan dan keakuratan asasnya dengan konsep panca kesatuan yang mengajarkan Islam.
 
Akhirnya tujuan utama masing-masing disiplin harus dikaitkan secara kritis dengan metodologi yang dipakai serta sasaran antara yang dikejarnya. Bukankah disiplin ilmu tersebut telah memenuhi wawasan para pelopornya? Mungkinkah ia telah merealisasikan perannya dalam upaya besar manusia untuk mencari kebenaran? Sudahkah disiplin ilmu tersebut memenuhi harapan manusia dalam tujuan umum hidupnya? Sudahkah disiplin tersebut dapat memahami dan mengembangkan pola penciptaan Ilahiah yang harus diwujudkannya? Jawaban pertanyaan-pertanyaan ini harus dikumpulkan dalam laporan sebenarnya mengenai tingkat disiplin perkembangan ilmu modern dilihat dari sudut pandang Islam.
 
Penilaian Kritis Terhadap Khasanah Islam: Tingkat Perkembangannya Dewasa Ini, Yang dimaksud dengan khasanah Islam pertama-tama adalah Al-Quran suci, firman-firman Allah SWT, dan Sunnah Rasulullah saw. Ini bukan sasaran kritik atau penilaian. Status Ilahiah daripada Quran dan sifat normatif daripada sunnah adalah sesuatu yang tidak perlu didiskusikan. Meskipun begitu pemahaman muslim mengenai hal tersebut boleh didiskusikan.
 
Bahkan ia selalu harus dinilai dan dikritik berdasarkan prinsip-prinsip yang bersumber pada kedua sumber pokok Islam yang disebut terdahulu. Begitu pula segala sesuatu yang berupa karya manusia meskipun berdasarkan kedua sumber utama tersebut tetapi melalui usaha intelektual manusia. Ketidakpastian manusiawi ini perlu mendapat sorotan karena ia tidak lagi memainkan sesuatu yang dinamis dalam kehidupan muslim masa kini seperti yang seharusnya.
 
Relevansi pemahaman manusiawi tentang wahyu ilahi dai berbagai bidang permasalahan umat manusia dewasa ini harus dikritik dari tiga sudut pandang: pertama, sumber-sumber wahyu beserta konkritisasinya dalam sejarah kehidupan Rasulullah saw, para sahabat dan keturunanya ra. Kedua, kebutuhan umat Islam dunia saat ini. Ketiga, semua pengetahuan modern yang dipahami oleh disiplin ilmu tersebut. Ababila khasanah Islam tidak sesuai dan bersalah, ia harus dikoreksi dengan usaha-usaha kita masa kini.
 
Survei Permasalahan yang Dihadapi Umat Manusia, Setelah diadakan analisis kritis terhadap keilmuwan modern maupun khazanah Islam, langkah berikutnya adalah mengadakan survei terhadap berbagai masalah magang di segala bidang. Masalah ekonomi, sosial, dan politik yang sedang dihadapi dunia Islam ini sebenarnya tidak berbeda dengan gungung es dari kelesuan moral dan intelektual yang terpendam. Untuk dapat menganalisis semuanya diperlukan analisis survei empiris kritis secara komprehensif. Kearifan yang terkandung dalam setiap disiplin ilmu harus dimanfaaatkan untuk memecahkan masalah membatasi ilmunya dalam satu titik yang hanya memuaskan keinginan intelektualitasnya, lepas dari kenyataan, harapan, dan aspirasi umat Islam.
 
Survei Permasalahan yang Dihadapi Manusia, Sebagian dari wawasan dan Islam adalah tanggung jawabnya yang tidak terbatas pada kesejahteraan umat Islam, tetapi juga mencakup permasalahan seluruh manusia di dunia dengan segala heterogenitasnya bahkan mencakup seluruh alam semesta. Dalam beberapa hal, umat Islam memang terbelakang dibandingkan bangsa lain tetapi dari sisi ideologis, mereka adalah umat yang paling potensial dalam upaya proses integralisasi antara kesejahteraan, keagamaan, etika, dan materiil. Islam mempunyai wawasan yang diperlukan bagi kemajuan peradaban manusia untuk menciptakan sejarah baru di masa depan. Oleh karena itu, ilmuwan muslim harus terpanggil untuk berpartisipasi mengahadapi masalah kemanusiaan dan membuat solusi terbaik sesuai misi dan visi Islam.
 
Analisis Sintesis Kreatif dan Sintesis, setelah memahami dan menguasai semua disiplin ilmu modern dan disiplin keilmuan Islam trasidisional, menimbang kelebihan dan kelemahan masing-masing, mendeterminasikan relevansi Islam dengan dimensi-dimensi pemikiran ilmiah tertentu pada disiplin-disiplin ilmu modern, mengidentifikasi permasalahan yang dihadapi umat Islam dalam melintasi sejarah sebagai hamba sekaligus khalifah, dan setelah memahami permasalahan yang menghadang dunia maka saatnya mencari lompatan kreatif untuk bangkit dan tampil sebagai pelindung dan pengembang peradaban umat manusia.
 
Sintesa kreatif harus dicetuskan di antara ilmu-ilmu Islam tradisional dan disiplin-disiplin ilmu modern untuk dapat mendobrak kemamdegkan selama beberapa akhir ini. Khasanah ilmu-ilmu Islam harus bersinambung dengan ilmu-ilmu modern dan harus mulai menggerakkan tapal batas depan ilmu pengetahuan ke cakrawala-cakrawala yang lebih jauh dari apa yang diperkirakan oleh disiplin-disiplin ilmu modern. Sintesa kreatif itu harus menjaga relevansinya dengan realitaf umat Islam dengan memperhatikan permasalahan yang telah dikenal dan dimainkan terdahulu.
 
Penuanan Kembali Disiplin Ilmu Modern ke dalam Kerangka Islam: Buku-buku Daras Tingkat Universitas, Bersadasarkan wawasan-wawasan baru tentang Islam serta pilihan-pilihan kreatif bagi realisasi makna tersebut itulah sejumlah buku daras tingkat perguruan tinggi akan ditulis di semua bidang keilmuwan modern. Berbagai esei yang mencerminkan dobrakan-dobrakan pendangan bagi setiap topik, cabang ilmu atau permasalahan harus dikumpulkan cukup banyak agar supaya sebuah “wawasan latar belakang”, atau “bidang relevansi” di mana akan muncul wawasan Islam bagi masing-masing cabang ilmu modern.
 
Sejumlah besar buku daras diperlukan untuk membina daya tahan intelektual para pemikir Muslim, dan sejumlah besar buku daras untuk pegangan di Perguruan Tinggi. Di atas segalanya, banyak buku yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan yang tak terhingga kaum Muslim dan untuk meproyeksikan dan mengkristalisasikan wawasan Islam yang juga sangat luas itu. Betapapun, pertimbangan prioritas mengharuskan kita untuk menyampaikan usaha-usaha pertama kita di bidang pembuatan buku-buku daras baku di bidang masing-masing disiplin ilmu modern di mana akan ditegaskan relevansi wawasan Islam di bidang tersebut. Buku-buku ini diharapkan dapat dipergunakan sebagai pedoman umum bagi para ilmuwan kelak di kemudian hari.
 
Penyebaran ilmu-ilmu yang telah diislamkan, setelah disiplin ilmu modern bisa dituangkan secara baik dalam kerangka Islam, langkah terakhir adalah mendistribusikan karya-karya tersebut ke seluruh masyarakat Islam. Sebab, karya-karya yang berharga tersebut tidak akan berarti jika hanya dinikmati oleh orang-orang tertentu atau dalam kalangan terbatas.

Selain itu untuk mempercepat program Islamisasi, pertama, perlu sering diadakan seminar dan konferensi yang melibatkan berbagai ahli dalam bidang keilmuan untuk memecahkan permasalahan di sekitar pengkotakan antar disiplin ilmu pengetahuan. Kedua, lokakarya untuk pelatihan staf. Setelah sebuah buku pelajaran dan tulisan pendahuluan ditulis sesuai dengan aturan 1 sampai 12 di atas maka diperlukan staf pengajar yang pelatihan. Para ahli yang membuat produk tersebut harus bertemu dengan para staf pengajar untuk berdiskusi tentang pra-anggapan tak tertulis, dampak-dampak tak terduga dari teori, prinsip, dan pemecahan masalah yang dicakup buku tersebut.

  Anda dapat menyiarkan ulang, menulis ulang, dan atau menyalin konten ini dengan mencantumkan sumber falihmedia.com

DAPATKAN UPDATE BERITA LAINNYA DI

google news icon
Penulis: Amielia Tri Suhartini, Jurusan Pendidikan Bahasa Arab Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (Stain) PamekasanEditor: Redaksi