Sejarah dan Makna Bubur Suro, Sajian Khas Muharram


FALIHMEDIA.COM – Bubur Suro merupakan salah satu hidangan khas masyarakat Jawa dan Madura yang di identik dengan datangnya bulan Muharram atau Tahun Baru Islam.

Pada bulan Sura atau Muharram biasanya banyak masyarakat yang mengolah bubur Suro untuk memaknai datangnya Tahun Baru Islam tersebut.

Bubur Suro dibuat dari bahan beras, santan, garam, jahe sebagai tambahan rasa. Khas rasanya sangat gurih dan sedikit pedas.

Di atas bubur Suro ditaburi beberapa jenis kacang, di antaranya adalah kacang tanah, kacang mede dan kacang hijau yang sebagian digoreng, sebagian direbus dan juga irisan cabe besar serta bawang goreng dan irisan telur dadar.

Bubur Suro memang tak hanya berfungsi sebagai pengganjal lapar, namun memiliki filosofi dan makna dalam sepiring bubur tradisional Jawa tersebut.

Bubur Suro sangat berbeda dengan masakan pada umumnya, terdapat kepercayaan sendiri bagi masyarakat dalam menghadirkan sajian khas datangnya Muharram tersebut.

Bubur Suro sejatinya adalah pengejawantahan rasa syukur manusia atas karunia keselamatan yang selama ini diberikan oleh Allah SWT.

Namun, selain menjadi simbol doa keselamatan, bubur Suro juga merupakan pengabadian atas kemenangan Nabi Musa AS, dan hancurnya Fir’aun.

Oleh karena itu, barang siapa yang berpuasa di hari ‘Asyura’ seperti berpuasa selama satu tahun penuh, karena pahalanya seperti puasanya para Nabi.

Bubur suro ini bukanlah satu-satunya bentuk sedekah yang harus dilaksanakan pada bulan Muharam, melainkan hanya sebagai lambang bahwa bulan Muharram merupakan momentum untuk memperkokoh persaudaraan.

Bubur suro juga bukanlah sesajen yang bersifat animisme atau kepercayaan terhadap makhluk halus sebagaimana di kalangan orang purba.

Karena sejatinya tujuan memasak bubur Suro ini adalah untuk dihidangkan atau diberikan kepada orang lain sanak saudara terdekat.

Hal itu tidak lain adalah sebagai tanda syukur atas segala nikmat yang diberikan oleh Allah SWT kepada manusia terutama umat muslim.

Biasanya, saat menyambut bulan Suro ini masyarakat Jawa memiliki tradisi membagikan bubur Suro pada 10 hari pertama bulan Asyura, sedangkan pada tanggal 1 Suro atau Muharram mereka merayakannya di Masjid dengan membaca doa awal tahun Hijriyah secara bersama-sama.

Tradisi bersedekah atau saling membagikan bubur Suro kepada tetangga terdekat sudah menjadi turun temurun dan warisan budaya masyarakat Jawa.

Meskipun di berbagai daerah terdapat perbedaan dalam membuat Bubur Suro, pada dasarnya bahan dari Bubur Suro ini sama.

Bubur Suro merupakan makanan yang berbentuk bubur dengan bahan dasar yaitu beras, garam, dan air. Kemudian bagian atasnya disiram dengan kuah santan. Agar lebih nikmat, bagian atasnya ditaburi dengan lauk.

Taburan pelengkap tersebut berupa irisan tahu, kacang goreng, tempe, telur dadar, kentang, daging ayam, ikan tongkol, dan lain-lain.

Meskipun ada perbedaan dalam penyajian di berbagai daerah, pada dasarnya bubur ini dibuat untuk memperingati datangnya bulan Muharram, sebagai bentuk syukur atas Rahmat Allah yang dilimpahkan pada muka bumi ini.

Asal-usul Bubur Suro berawal dari kisah Nabi Nuh AS. Nabi Nuh AS mendapat perintah untuk menanam pohon jati yang akan dijadikan bahtera.

Setelah bahtera itu selesai dibuat. Nabi Nuh AS memerintahkan pengikutnya serta hewan peliharaan yang mereka miliki untuk naik ke bahtera tersebut.

Namun, siapa sangka terjadilah banjir bandang selama 40 hari dan bahtera Nabi Nuh AS itu berhasil menyelamatkan semua penumpangnya.

Tepat tanggal 10 Muharram, bahtera Nabi Nuh AS terdampar di atas gunung, dan semua bekal sudah habis.

Lalu, Nabi Nuh AS menyuruh membuat makanan dari sisa biji-biji yang ada sebagai bentuk rasa syukur kepada Allah SWT.

Kemudian sisa makanan dan biji-bijian itu dinamakan bubur Suro. Bubur Suro merupakan bentuk pengungkapan rasa syukur manusia atas keselamatan yang selama ini diberikan oleh Allah SWT.

Hingga kini, tradisi turun temurun bubur Suro masih berkembang di pulau Jawa dan melekat menjadi tradisi kebudayaan umat Islam tanah Jawa, sebagai bentuk syukur dan saling berbagi antar sesama.

Itulah informasi mengenai filosofi, makna dan sejarah bubur Suro, sajian khas yang biasa dilakukan masyarakat Jawa dan Madura untuk menyambut bulan Muharram Tahun Baru Islam.**
  Anda dapat menyiarkan ulang, menulis ulang, dan atau menyalin konten ini dengan mencantumkan sumber falihmedia.com

DAPATKAN UPDATE BERITA LAINNYA DI

google news icon