Di sebuah desa kecil bernama Sukamaju, Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) selalu menjadi peristiwa besar. Tahun ini, suasana berbeda. Dua calon bertarung ketat: Budi, seorang pengusaha kaya yang dikenal Dermawan, dan Darman, pemuda desa yang penuh semangat membangun kampung halaman.
Budi, dengan kekayaan yang berlimpah, membanjiri desa dengan baliho dan spanduk besar. Setiap sudut desa menghiasi wajahnya. Ia juga mengadakan pesta rakyat, membagikan sembako dan uang kepada warga yang hadir. Kehadiran Budi disambut meriah, karena siapa yang tak tergiur bantuan instan? Namun, banyak yang tahu, bantuannya bersifat sesaat, datang hanya ketika kampanye.
Sementara itu, Darman berjuang dengan cara yang berbeda. Dengan modal minim, ia hanya memiliki beberapa poster kecil dan sepeda motor tua untuk berkeliling desa. Ia tidak membagikan uang atau janji-janji manis. Darman lebih memilih mendekati warga dengan diskusi hangat di pos ronda, mendengarkan keluh kesah dan impian mereka. Ia mengajak warga untuk bersama-sama membangun desa tanpa mengandalkan bantuan luar, melainkan dengan semangat gotong royong.
“Percuma uang jika hanya datang saat Pilkada,” kata Darman dalam salah satu pertemuannya.
“Yang kita perlukan adalah semangat dan kerja sama. Mari kita bangun desa ini dari hati,” lanjut Darman.
Suatu malam, kampanye berakhir. Hari pemilihan tiba. Warga berbondong-bondong datang ke TPS dengan wajah bingung. Di satu sisi, mereka mendapat uang dan sembako dari Budi. Di sisi lain, mereka merasakan ketulusan Darman.
Ketika hasil Pilkada diumumkan, semuanya mengejutkan. Darman menang tipis. Ternyata, warga memilih dengan hati, bukan dengan materi. Mereka sadar, pembangunan desa tidak bisa hanya diukur dengan uang, melainkan dengan semangat dan keberanian untuk berubah.
Pilkada di Sukamaju tahun itu bukan sekedar pertarungan antar calon, tapi pertarungan antara uang dan semangat. Dan akhirnya, semangatlah yang menang.
*) Oleh: Tim Redaksi Falih Media