FALIHMEDIA.COM | SUMENEP – Sebuah video yang sedang viral di WhatsApp menampilkan Deni Puja Pranata, seorang penyair muda dan jurnalis terkenal asal Sumenep, Madura, Jawa Timur, menyampaikan keluhan dari para pedagang kaki lima (PKL) di Taman Tajamara. Dalam video berdurasi 38 detik tersebut, Deni dengan tegas meminta agar odong-odong, yang menjadi daya tarik utama bagi pengunjung taman, diizinkan kembali beroperasi setelah sebelumnya dilarang oleh Satpol PP dan Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman, dan Perhubungan (Disperkimhub) Kabupaten Sumenep.
Video tersebut menampilkan Deni menyampaikan orasinya di hadapan para PKL, dengan penuh emosi dan keyakinan.
“Penyair tidak hanya melihat langit yang muram dan burung-burung yang ketakutan. Tapi harus bersuara jika ada ketidakadilan,” begitu bunyi caption pada video tersebut.
Deni, yang juga aktif sebagai jurnalis di Kota Keris, menyoroti dampak besar dari larangan operasional odong-odong terhadap penghasilan PKL di area tersebut. Dengan nada tegas, dia menyatakan
“Pak Wahyu, Kepala Pol PP Sumenep, dengarkanlah suara dari Tajamara. Sebagai jurnalis, saya akan meletakkan pena jika PKL-PKL ini terus sepi,” tegasnya.
Deni bahkan mengancam akan memimpin aksi demonstrasi jika tuntutannya tidak dipenuhi.
“Saya tegaskan sekali lagi, kembalikan odong-odong kami. Jika tidak, kami bersama PKL dan mahasiswa akan turun ke jalan untuk melakukan demo besar-besaran,” ancamnya.
Tidak hanya itu, Deni juga mendesak Kepala Disperkimhub Sumenep, Yayak Nurwahyudi, untuk segera mengembalikan operasional odong-odong.
“Pak Yayak, segera izinkan odong-odong kembali beroperasi, karena tanpa mereka, pendapatan PKL menurun drastis,” ujarnya.
Deni mempertanyakan dasar hukum yang digunakan oleh Satpol PP dan Dishub Sumenep untuk melarang operasional odong-odong, terutama mengingat bahwa Taman Tajamara dibangun atas inisiatif Bupati Sumenep, Achmad Fauzi Wongsojudo, untuk mendukung sektor UMKM.
“Dasar hukum apa yang digunakan untuk pelarangan ini?” tanyanya.
Para PKL mengungkapkan bahwa mereka mengalami penurunan pendapatan yang signifikan sejak odong-odong dilarang. Beberapa pedagang melaporkan penurunan omset dari 50 bungkus per malam menjadi hanya lima hingga tujuh bungkus.
“Dampaknya sangat besar. Selama dua minggu terakhir, tanpa kehadiran odong-odong, pendapatan penjual seperti Jasuke menurun drastis, dari biasanya Rp100 hingga Rp250 ribu per hari, kini hanya sekitar Rp20 hingga Rp30 ribu,” jelas Deni, mewakili keluhan para PKL.
Sebagai penutup, Deni menegaskan bahwa permintaan para PKL sangat sederhana.
“Kami hanya meminta satu hal: izinkan odong-odong beroperasi kembali seperti biasanya. Itu saja,” pungkasnya.