FALIHMEDIA.COM | SUMENEP – Oknum Kepala Sekolah (Kepsek) berinisial J (41) yang 5 kali memerkosa siswi berinisial T (13) divonis penjara 17 tahun oleh PN Sumenep. Pemerkosaan oleh Kepsek J ini direstui ibu korban berinisial E (41) yang ternyata juga guru ASN dan diketahui memiliki hubungan perselingkuhan dengan terdakwa.
“Menyatakan terdakwa (J) telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana dengan ancaman kekerasan memaksa anak melakukan persetubuhan dengannya,” kata Hakim Ketua, Jetha Tri Dharmawan dalam sidang putusan di PN Sumenep, Selasa (17/12/2024).
Hakim Jetha menjatuhkan vonis pidana penjara selama 17 tahun kepada terdakwa J. Selain itu, hakim juga menjatuhkan sanksi denda Rp 100 juta terhadap yang bersangkutan.
“Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa, oleh karena itu, dengan pidana penjara selama 17 tahun dan denda Rp 100 juta dengan ketentuan apabila denda tidak dibayar diganti kurungan selama 6 bulan,” tambahnya.
Sebelumnya, J diringkus anggota Resmob Polres Sumenep pada Kamis 29 Agustus 2024. Dia diringkus di rumahnya di Desa Kalianget Timur, Kecamatan Kalianget pada Kamis sore pukul 15.00 WIB.
Perkara ini terungkap setelah ayah korban mendapat informasi bahwa putrinya telah beberapa kali diantar oleh E, ibu kandungnya sendiri ke rumah J untuk diperkosa dengan dalih ritual penyucian diri.
“Awalnya korban dijemput oleh ibu kandungnya inisial E, selanjutnya korban diantar ke rumah terlapor di Perum BSA Sumenep, dengan alasan akan melaksanakan ritual menyucikan diri,” ujar Kasi Humas Polres Sumenep, AKP Widiarti pada Jumat (30/8/2024).
Belakangan terungkap bahwa ibu T tersebut memiliki hubungan perselingkuhan dengan Kepsek J dan pernah dijanjikan akan dibelikan Vespa. Karena inilah E diduga ‘merestui’ pemerkosaan terhadap putrinya.
Kepada polisi, Kasek J mengakui bahwa pemerkosaan yang dia lakukan terhadap T hanya untuk memuaskan nafsu bejatnya. Akibat perbuatannya, korban T mengalami trauma secara psikis.
“J mengaku sengaja melakukan persetubuhan dan pencabulan terhadap korban untuk memuaskan nafsu biologis. Berdasarkan hasil komunikasi dengan bapak kandung korban, korban mengalami trauma psikis,” kata Widiarti saat itu.