FALIHMEDIA.COM | SUMENEP – Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Sumenep mengadakan lokakarya bertema “Penguatan Wawasan Penentuan Awal Bulan Hijriyah Berbasis Kriteria Baru MABIMS”. Acara ini berlangsung di Gedung Workshop MAN Sumenep dan dihadiri berbagai elemen masyarakat, seperti MUI, pondok pesantren, organisasi keagamaan, perguruan tinggi, RRI, BMKG, Bagian Kesra Setda Sumenep, serta Kementerian Agama (Kemenag).
Ketua MUI Sumenep KH Moh. Shaleh A. Rahman menegaskan pentingnya memahami kriteria baru penentuan awal bulan Hijriyah yang telah diterapkan di Indonesia sejak 2022.
“Kegiatan ini merupakan kelanjutan dari program MUI sebelumnya. Kami berharap peserta dapat memahami kriteria baru ini agar ke depan bisa lebih saling menghormati perbedaan dalam penentuan awal bulan Hijriyah, terutama dalam menyambut Ramadan,” ujar KH Moh. Shaleh A. Rahman dalam sambutannya, Sabtu (22/2/2025).
Lokakarya ini bertujuan untuk memperkuat pemahaman masyarakat, khususnya pemangku kepentingan di bidang keagamaan dan astronomi, terhadap kriteria baru dalam penentuan awal bulan Hijriyah.
“Kita harus membangun pemahaman yang lebih baik agar perbedaan tidak menjadi sumber perpecahan, melainkan memperkuat ukhuwah Islamiyah,” tambahnya.
Acara ini menghadirkan narasumber Dr. KH Ach. Mulyadi, M.Ag., Wakil Dekan 1 Fakultas Syariah IAIN Madura, yang menjelaskan bahwa kriteria MABIMS (Menteri Agama Brunei, Indonesia, Malaysia, dan Singapura) bertujuan untuk menyatukan metode penanggalan Hijriyah di Asia Tenggara.
“Kriteria MABIMS mulai diterapkan di Indonesia pada 2022, khususnya dalam penentuan awal Ramadan dan Idul Fitri 1444 H. Ini merupakan langkah menuju unifikasi kalender Hijriyah,” jelasnya.
Dalam kajian fikih, terdapat dua pendekatan utama: rukyat global dan rukyat lokal. Mazhab Hanafi, Maliki, dan Hambali cenderung mengikuti rukyat global, sementara Mazhab Syafi’i lebih mengacu pada rukyat lokal dengan radius sekitar 120 km.
Ia juga menjelaskan bahwa kriteria baru MABIMS menggunakan parameter ilmiah yang telah umum digunakan oleh para ahli hisab Indonesia.
“Parameter ilmiah yang digunakqn para ahli terdiri dari, ketinggian hilal minimal: 3 derajat dan elongasi minimal: 6,4 derajat,” jelasnya.
Sebelumnya, Indonesia menggunakan kriteria hilal 2 derajat, elongasi 3 derajat, dan umur bulan 8 jam. Perubahan ini didasarkan pada kesepakatan Menteri Agama MABIMS tahun 2021 untuk meningkatkan akurasi penentuan awal bulan Hijriyah.
Dengan adanya lokakarya ini, diharapkan para pemangku kepentingan dapat memahami dan menerima kriteria baru, sehingga perbedaan dalam penentuan awal bulan Hijriyah dapat dikelola dengan lebih baik demi persatuan umat Islam.