Hari Santri Nasional 2024: Jiwa Santri Berjiwa Nasionalisme

HANAFI, S.Pd.I Alumni Pondok Pesantren Darul Ulum Jombang Jawa Timur dan Pengajar di MTs. Al-Hasan Gedugan Giligenting Sumenep

FALIHMEDIA.COM – Diketahui bersama, Hari Santri Nasional (HSN) tiap tahun selalu diperigati pada tanggal 22 Oktober. Ditetapkan sejak tahun 2015 berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia (KEPPRES RI) Nomor 22 Tahun 2015.

Dari tahun ke tahun perjalanan mengenang Hari Santri Nasional mengalami perkembangan sesuai dengan tema yang diusungnya. Pada tahun 2024 ini Kementerian Agama Republik Indonesia mengusung tema “Menyambung Juang Merengkuh Masa Depan”. Dalam tema ini mengandung makna yang sangat mendalam, khususnya bagi kita sebagai santri dan sebagai bangsa Indonesia.

Kita sebagai santri dalam rangka mengenang, meneladani, dan melanjutkan peran ulama dan santri dalam membela dan mempertahankan NKRI serta berkontribusi dalam pembangunan bangsa, maka harus benar-benar memiliki jiwa yang bisa memberikan sesuatu yang bermakna bukan hanya sebatas memperingatinya dengan berbagai momen dan bukan hanya sebatas serimonial belaka.

Tujuan peringatan Hari Santri Nasional adalah untuk memperingati peran santri dalam memperjuangkan dan mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia seutuhnya. Dari tujuan mulia ini, maka santri merupakan tonggak utama dan semangat serta dedikasinya sebagai pahlawan penerus perjuangan melawan KKN, kebodohan, penindasan, keadilan, hukum yang tidak dijalankan sesuai dengan konstitusinya, ketimpangan dunia pendidikan, ekonomi yang kurang stabil, politik yang semakin tidak menentu serta kurangnya semangat jiwa menjaga Negara Kesatuan Republik Indonesia dari segala penindasan dan kesewenang-wenangan penguasa.

Di zaman globalisasi ini yang dibarengi dengan perkembangan tekhnologi dan penuh tantangan, jihad tidak lagi memiliki arti pertempuran secara fisik, tapi perjuangan intelektual dan sosial. Maka bangsa Indonesia khususnya para santri baik di Pondok Pesantren atau madrasah seluruh Indonesia selalu memperingatinya dengan berbagai kegiatan seperti upacara HSN, zikir bersama, shalawat, munajat, doa bersama, serta kegiatan sosial lainnya.

Peran Santri dan Pondok Pesantren

Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (NU) mengusulkan, yakni 22 Oktober yang diusulkan sebagai tanggal diperingatinya Hari Santri Nasional karena memiliki latar belakang sejarah. Pada 22 Oktober 1945, KH Hasyim Asy’ari, ulama sekaligus pahlawan nasional Indonesia mencetuskan fatwa resolusi jihad. Resolusi jihad dicetuskan untuk mempertahankan kemerdekaan RI setelah Indonesia kembali diserang oleh sekutu.

Sedangkan santri dimengerti sebagai orang yang beribadah dengan sungguh-sungguh atau orang saleh. Sejumlah karakter disematkan pada diri seorang santri, antara lain, kepasrahan selama belajar di pondok pesantren. Kemudian sikap sabar, rendah hati, patuh pada ketentuan hukum agama, mampu mencapai tujuan tanpa merugikan orang lain, dan mendatangkan manfaat bagi kepentingan bersama. Termasuk juga dalam menghormati perbedaan dan keberagaman.

Yang sangat melekat pada diri santri, yakni kesederhanaan dan kemandirian, ini juga karakter khas dari seorang santri yang tidak tinggi hati dan sombong walaupun berasal dari orang kaya atau keturunan anak orang mampu. Pesantren yang serba terbatas dari fasilitas, berperan membentuk karakter kesederhanaan dan kemandirian ini.

Rois Amm Pondok Pesantren Langitan, Ust. Mustaqim S. Pd. I mengungkapkan, status santri yang merupakan pelajar ilmu agama sebenarnya sudah ada sejak zaman Rasulullah. Hanya saja dalam peringatan ini, yang dimaksudkan adalah santri yang punya jiwa nasionalisme, yang telah tercatat dalam sejarah Resolusi Jihad. Santri juga berjiwa nasionalisme dan patriotisme yang di implementasikan dalam Tindakan “hubbul wathon” punya jiwa kepedulian pada seluruh bangsanya, khususnya belajar semangat meraih cita-cita ikut mengharumkan nama baik Indonesia di mata nasional, internasional bahkan dimata dunia.

Banyak kalangan mempones bahwa santri merupakan kaum sarungan yang hanya diajari kitab klasik dan materi agama di Pondok Pesantren. Santri hanya sebagai pengabdi kyai dan ustad, tertinggal dari berbagai media dan informasi, namun kenyataannya terbalik santri ternyata merupakan orang terdidik dan memiliki kemampuan hebat di segala bidang. Dibuktikannya dengan mengikut sertakan santri diberbagaiv efen bukti bahwa dantri adalah merek yang berkompeten di segala bidang (baca santri).

Bukti nyata peran santri saat terjadi peristiwa bersejarah dimana para santri mengambil peran besar dalam keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pengumuman Resolusi Jihad yang telah diputuskan oleh KH. Hasyim Asyari bersama kia-kiai lain pada tanggal tersebut menjadi awal mula pergolakan berdarah 10 November di Surabaya.

Dalam menghadapi era globasisasi memang sangat menarik jika mengulas tentang nasionalisme santri, dari sini dapat dirumuskan jiwa nasionalisme yang dapat dijadikan sebuah aset yang sangat penting dari adanya dampak globalisasi dalam arena lokal. Premis mengenai jiwa nasionalisme yang dimiliki santri kekinian atau santri klasik (salaf) menarik untuk dielaborasi dengan berbagai alasan. Semangat jiwa santri berjiwa nasionalisme merupakan hal yang sangat tertanam betul dan sebagai semangat juangnya sampai saat ini Ketika ada sesuatu yang mau mencoba untuk mengganggu tatanan Negara kesatuan Republik Indonesia dari berbagai aspek. Santri siap berjuang mengahadapinya dan santri siap menjaga NKRI serta menuntaskan sampai ke akar-akarnya.

Pesantren merupakan lembaga pendidikan tertua di Indonesia, meskipun tidak diketahui dan tidak ada kejelasan kapan berdirinya namun pada abad ke 17 pesantren terdeteksi berada di tanah jawa yang didirikan oleh wali songo (Sunan Maulana Malik Ibrahim). Pesantren merupakan tempat mentransfer ilmu agama islam yang murni dan penyebarannya pun secara persuasif dan kultural sehingga dapat diterima oleh masyarakat.

Kehadiran dan berkembangnya pondok pesantren di Indonesia yang sangat pesat menjadi landasan kokoh perjuangan dan semangat santri , sebab pesantren dijadikan benteng untuk mengusir para penjajah. Pembuktian pesantren akan kecintaannya pada tanah air, tercatat jumlah pesantren dan ulama yang mengorbankan perasaan, fikiran, dan tenaga demi kemerdekaan Ibu Pertiwi. Di balik semua itu, para ulama menyuntikkan semangat nasionalisme dan patriotisme pada santri-santrinya sehingga tidak sedikit dari kalangan santri kala itu yang menjadi pahlawan nasional.

Adalah suatu keharusan bagi santri untuk mencintai dan membela tanah airnya sendiri dan itu pun merupakan kode etik agama islam yang harus ditaati oleh seluruh santri di Indonesia. Dalam masalah kecintaan kepada tanah air pesantren telah mencetak santri-santri yang hubbul wathan sampai-sampai mereka berani bersimbah darah melawan penjajah demi kemaslahatan umat dan bangsa.

Untuk menindak lanjuti Sejarah perjuangan dari Proklamator kita KH. Hasyim Asyari yang telah melontarkan seruan untuk berjuang demi kemerdekaan Bumi Pertiwi adalah jihad fii sabilillah.

Dari Resolusi Jihad di atas dapat kita ketahui bersama hal tersebut telah tergambarkan bahwa ulama dan para santri telah menorehkan sejarah dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Namun disisi lain ada beberapa bukti fisik jasa dari ulama dan para santri yaitu mereka berjihad menggunakan senjata yang seadanya yaitu dengan bambu runcing dan dibekali dengan beberapa biji kacang hijau dan jagung, yang konon katanya apabila biji-bijian tersebut dilemparkan pada tentara penjajah akan menjadi peluru yang dapat membombardir bahkan bisa memporak porandakan tentara penjajah. Dari hal tersebut mengingatkan bahwa ulama dan para santri berjihad serta berusaha keras untuk melepaskan diri dari para penjajah membutuhkan usaha dan kesiapan lahir dan batin. Umat Islam tidak akan bisa menjalankan syariat Islam dengan maksimal jika bangsa Indonesia tidak merdeka, tutur Hadratussyaikh KH. Hasyim Asyari.

Jelas, bahwa dari bebarapa hal informasi diatas yang penulis sampaikan tentang sejarah, kontribusi, dan jiwa nasionalisme para ulama dan santri. Jika dikolaborasikan dalam konteks kekinian, hal tersebut sebagai pengingat kontribusi dan jiwa nasionalisme santri sudah tidak diragukan lagi. Kala itu, santri berperang (jihad) melawan penjajah, namun pada saat ini kata jihad tidak harus dimaknai perang secara fisik namun yang dimaksudkan adalah begaimana upaya santri untuk menapaktilasi perjuangan para Ulama dan melaksanakan fungsi dan tugasnya sebagai pilar-pilar penjaga NKRI. Sebagai seorang santri,untuk menjalankan fungsi dan tugas tersebut dengan menjaga nama baik para tokoh pejuang, mempertahankan dan meneruskan perjuangannya serta selalu mengisi kegiatan-kegiatan yang bernilai positif khususnya bagi generasi muda.

Dengan melakukan kegiatan yang berdampak positif ibarat telah ikut membangun peradaban Pembangunan yang berdampak juang merengkuh masa depan kemajuan Negara Republik Indonesia dari berbagai ancaman. Dari semua itu santri harus bisa memberikan Gambaran perjuangan dan i`tikad baik bagaimana berjihad di zaman kontemporer untuk menghadapi era globalisasi. Meneruskan perjuangan para Kyai dan para ulama terdahulu merupakan symbol hakiki bagi para santri. Hal yang seperti ini harus diperhatikan betul oleh semua santri dari berbagai kalangan baik santri dari pondok pesantren modern maupun santri dari kalangan pondok pesantren salafy, karena pesantren dan jiwa nasionalisme santri merupakan aset negara yang tentunya masih berpegang teguh pada palsafah Pancasila dan Undang-Undang dasar 1945.

Sebagian kalangan Masyarakat masih menilai, bahwa santri atau alumni Pondok pesantren hanya bisa menjadi imam shalat, pemimpin Tahlil ketika ada orang meninggal dunia, jadi tukang adzan dimasjid, hanya bis abaca kitab gundul,jadi ustad mushalla (langgar) ndeso serta berpikiran primitif.

Keberadaan Pesantren saat ini sudah beda dengan dulu. Kini bagi pesantren terus beruaha dan berupaya untuk mengembangkan metode keilmuannya dan memupuk jiwa nasionalisme santri, maka dengan memupuk rasa Nasionalisme seluruh santri Indonesia akan memiliki rasa cinta tanah tanah air dan juga menghasilkan santri-santri yang memiliki inovasi, kreatif, serta memiliki jiwa madani.

Bukti nyata bahwa kini Santri menjadi aktor diatas panggung kesejagatan bukan lagi jadi penonton yang ambigu dengan keadaan. Para alumninya terutama telah membuktikan kepada kita dan negara bahwa mereka juga ikut berperan aktif dan ikut andil disegala bidang, baik jadi politikus, ekonom (pengusaha) , hukum, ahli medis, seniman, budayawan, professor bidang Pendidikan, ketahanan nasional dan kepemimpinan dalam negara. Dengan pembinaan dan pengembangan ajaran ilmu pengetahuan di pesantren yang berisikan nilai-nilai dinamika yang relevan dengan keadaan dan ketentunya sesuai dengan konteks yang ada, mereka bisa berperan menjadi orang yag memiliki kapabilitas tidak hanya sebagai penonton dalam panggung kelemahan peran. Mereka mampu bersaing dengan mereka yang lulusan dari non pesatren. Bukti nyata ada yang jadi Presiden RI (Gus Dur), wakil Presiden (Ma`ruf Amien) , menteri, Gubernur, wali Kota, Bupati, rektor dan pejabat penting lainnya.

Para santri telah membuktikan bahwa mereka tidak hanya menguasai ilmu agama, tetapi juga ilmu sosial, politik, ekonomi, budaya, dan militer. Para santri juga telah menunjukkan sikap toleran, moderat, dan inklusif dalam beragama dan bermasyarakat. Dengan demikian, Hari Santri dapat menjadi momentum untuk menginspirasi generasi muda agar memiliki semangat nasionalisme dan patriotisme yang tinggi. Semoga kita tetap memiliki semangat juang demi tegaknya NKRI di bumi pertiwi ini

 

 

*) Oleh: HANAFI, S.Pd.I Alumni Pondok Pesantren Darul Ulum Jombang Jawa Timur dan Pengajar di MTs. Al-Hasan Gedugan Giligenting Sumenep

 

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi falihmedia.com

  Anda dapat menyiarkan ulang, menulis ulang, dan atau menyalin konten ini dengan mencantumkan sumber falihmedia.com

DAPATKAN UPDATE BERITA LAINNYA DI

google news icon

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *