FALIHMEDIA.COM | SUMENEP – Ratusan warga Sumenep yang tergabung dalam Aliansi Masyarakat Peduli Neneng (AMPN) menggelar aksi unjuk rasa di Kejaksaan Negeri (Kejari) dan Pengadilan Negeri (PN) Sumenep, Madura, Jawa Timur. Mereka menuntut agar pelaku pembunuhan Neneng dijatuhi hukuman mati.
Massa pertama kali mendatangi Kantor Kejaksaan Negeri Sumenep. Mereka mendesak Jaksa Penuntut Umum (JPU) untuk menuntut pelaku dengan hukuman mati, karena menilai kasus ini sudah masuk dalam kategori pembunuhan berencana, bukan sekadar Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT).
Koordinator Lapangan (Korlap) Aksi, Ahmad Hanafi, menyuarakan kekecewaannya terhadap JPU yang hanya mendakwa pelaku dengan Pasal 44 Ayat (3) UU No. 23 Tahun 2004 tentang PKDRT.
“Kasus ini jelas pembunuhan berencana. Korban mengalami banyak luka dan kronologinya sangat jelas. Kami minta keadilan. Jaksa jangan main-main dengan kasus ini,” tegas Hanafi saat menyampaikan orasinya, Selasa (18/2/2025).
Hanafi menilai bahwa dakwaan yang diberikan JPU tidak mencerminkan fakta hukum yang terjadi. Ia mendesak JPU untuk menggunakan Pasal 340 jo Pasal 338 KUHP agar pelaku bisa dijerat dengan hukuman mati.
“Kenapa hanya pasal KDRT yang dipakai? Ini tidak adil dan mengistimewakan pelaku. Kami minta berkas perkara dibuka kembali dan usut tuntas semua pihak yang diduga terlibat,” lanjutnya.
Neneng (27), warga Dusun Sarperreng Utara, Desa Lenteng Timur, Kecamatan Lenteng, meninggal di tangan suaminya sendiri berinisial AR (28), warga Dusun Birampak, Desa Jenangger, Kecamatan Batang-Batang.
Neneng diketahui sering mengalami kekerasan fisik dari suaminya. Bahkan, pada Juni 2024, kasus pemukulan pernah dilaporkan ke Polres Sumenep, namun tidak dilanjutkan karena diklaim keduanya telah rujuk.
Tragedi terjadi pada 4 Oktober 2024, saat AR memukul wajah Neneng hingga korban mengalami memar di bagian mata kanan. Setelah itu, korban dibawa ke Puskesmas Kecamatan Batang-Batang, namun dalam keadaan kritis, AR mencabut selang oksigen yang baru dipasang oleh perawat. Neneng pun mengalami sesak napas dan akhirnya meninggal pada 5 Oktober 2024.
Ahmad Hanafi juga mengungkapkan bahwa korban tidak diberi makan berhari-hari, sehingga dalam hasil visum tidak ditemukan cairan maupun makanan di lambung korban.
Menanggapi tuntutan massa, Kasi Intelijen dan Humas Kejari Sumenep, Moch. Indra Subrata, menjelaskan bahwa JPU menyusun dakwaan berdasarkan berkas perkara yang dilimpahkan dari Penyidik Polres Sumenep.
“Kami tidak bisa menerapkan pasal di luar BAP (Berita Acara Pemeriksaan). Seharusnya fakta-fakta yang disampaikan tadi diajukan saat penyelidikan di Polres,” jelas Indra.
Indra menambahkan bahwa status korban dan pelaku yang masih suami istri sah saat kejadian menjadi dasar penerapan Pasal KDRT. Ia pun membuka kemungkinan adanya laporan baru untuk mengungkap fakta-fakta lain, seperti dugaan penculikan dan penyekapan.
Usai berunjuk rasa di Kejari Sumenep, massa AMPN melanjutkan aksi ke Pengadilan Negeri Sumenep untuk menyaksikan sidang lanjutan dengan agenda pemeriksaan saksi-saksi.