FALIHMEDIA.COM | SURABAYA – Atap Gedung Setan, bangunan tua di Jalan Banyu Urip Wetan, Surabaya, roboh pada Rabu (18/12/2024) petang sekitar pukul 17.30 WIB. Insiden ini dipicu hujan deras disertai angin kencang, memperparah kondisi bangunan yang memang sudah rapuh.
Petugas BPBD Surabaya segera bergerak mendata penghuni, mengamankan lokasi, serta mendirikan tenda darurat. Para penghuni diungsikan ke Balai RW setempat demi keselamatan, sementara bantuan logistik juga telah disalurkan.
Camat Sawahan, Amiril Hidayat, menjelaskan bahwa perbaikan gedung harus dikoordinasikan dengan Pemkot Surabaya, mengingat status kepemilikan bangunan ini tidak jelas, bukan aset pemerintah maupun sepenuhnya milik pribadi.
“Bangunan ini sudah tua sejak era Belanda. Sebelumnya pernah diperbaiki sedikit, tapi strukturnya terlalu rentan. Untuk aman, satu-satunya opsi mungkin merobohkan dan membangun ulang,” ujar Amiril.
Saat ini, gedung bersejarah yang dihuni oleh 60 jiwa dari 18 Kepala Keluarga itu dinyatakan tidak aman untuk ditempati. Kejadian ini kembali mengingatkan pentingnya perhatian terhadap bangunan tua bersejarah, baik dari aspek keselamatan maupun pelestarian.
Salah satu penghuni Gedung Setan, Sulastri, menceritakan detik-detik insiden itu. Saat atap mulai runtuh, ia bergegas mengambil barang berharga di kamar lantai dua sebelum menyelamatkan diri bersama anaknya.
“Tiba-tiba genting rontok satu per satu, suara gemuruh keras. Untung kami selamat,” kata Sulastri.
Ia dan keluarganya sudah tinggal di gedung ini sejak 2011, melanjutkan tradisi keluarganya yang telah menetap turun-temurun sejak zaman Belanda.
Gedung Setan, berdiri sejak 1809, awalnya digunakan sebagai kantor Gubernur VOC sebelum dialihfungsikan oleh Dokter Teng Sioe Hie pada 1948 sebagai tempat penampungan warga keturunan Tionghoa saat terjadi gejolak politik. Dengan tembok setebal hampir 50 cm dan luas 400 meter persegi, gedung ini kini dihuni banyak keluarga meski kondisinya tak layak.
Julukan “Gedung Setan” muncul karena bangunan yang tua, gelap, dan kabarnya berdiri di bekas area pemakaman. Kini, para penghuni berharap pemerintah dan pihak terkait dapat membantu memperbaiki gedung tersebut agar tetap menjadi tempat tinggal yang aman tanpa kehilangan nilai sejarahnya.