Penggunaan Surat Resmi Kementerian untuk Acara Pribadi, Netralitas Menteri Desa Yandri Susanto Dipertanyakan

Menteri Desa Yandri Susanto disorot karena penggunaan surat resmi kementerian untuk acara pribadi, menimbulkan tanda tanya soal netralitas politik jelang Pilkada Serang

FALIHMEDIA.COM | SERANG – Netralitas Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi, Yandri Susanto, menuai sorotan setelah surat berkop resmi kementerian digunakan untuk sebuah acara pribadi.

Kritik ini muncul dari Bagas Yulianto, Presiden Mahasiswa UIN Sultan Maulana Hasanuddin Banten, yang menyoroti penggunaan surat resmi tersebut dalam undangan acara haul (peringatan wafat) ibu dari Yandri Susanto yang juga disertai dengan syukuran di sebuah pondok pesantren.

“Surat berkop dan berstempel resmi kementerian tidak semestinya digunakan untuk kepentingan keluarga. Ini jelas melanggar aturan, terutama jika terhubung dengan kampanye istri Menteri Yandri, yang mencalonkan diri sebagai Bupati Serang,” ujar Bagas dalam pernyataannya, Selasa (22/10/2024).

Istri Yandri, Raturachamatuzakiyah, diketahui maju sebagai calon bupati Serang dengan nomor urut 2 pada Pilkada Serang. Penggunaan surat resmi kementerian dalam acara yang diduga terkait kampanye politik ini menimbulkan kekhawatiran soal netralitas.

Surat berkop resmi untuk acara pribadi yang digunakan Mentri Desa Yandri Susanto

Yandri Susanto baru saja dilantik sebagai menteri pada 20 Oktober 2024. Penggunaan simbol-simbol resmi kementerian dalam acara pribadi yang mungkin terkait politik memicu tanda tanya terkait profesionalisme dan integritas.

“Pejabat publik harus tetap netral, terlebih lagi seorang menteri baru. Ini berpotensi dianggap sebagai penyalahgunaan jabatan untuk kepentingan politik pribadi,” tambah Bagas.

Penggunaan surat berkop resmi untuk acara pribadi, terutama dalam konteks politik, dapat melanggar aturan yang tegas terkait netralitas pejabat negara. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara dan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, melarang keterlibatan pejabat publik dalam kegiatan politik yang dapat merusak netralitas.

Jika dugaan ini terbukti, kepercayaan publik terhadap institusi pemerintah dapat terancam. Publik berharap para pejabat tetap menjaga integritas mereka dan tidak memanfaatkan jabatan untuk kepentingan politik, terutama di tengah situasi pemilu yang membutuhkan kesetaraan bagi seluruh peserta.

Exit mobile version